A Combination of Cultural Wisdom and Religious Values in "Bina Damai" (Build Peace) in Gunungsari District, Lombok, Indonesia
Abstract
Conflicts inherent in human social life, have positive and negative effects. Instead of appearing in a definite form such as strengthening ties and affirming identity, conflict often arises negatively, in the way of violence, destruction, and loss of life. Bina Damai is the ideal concept in managing conflict before becoming destructive. Bina Damai is an effort from all levels of society in creating peace and tries to handle conflict so as not to cause damage and spread so that it is not controlled. All levels of the organization realize Bina Damai through the implementation of values that exist in culture and religion. This study uses qualitative research and data collection using observation, in-depth interviews, and documentation. The purpose of the study is to explore the cultural and religious values that are the foundations of Bina Damai in Gunungsari District, West Lombok. This study uses qualitative research and data collection using observation, in-depth interviews, and documentation. The results of this study are that cultural and religious values are still preserved and held firmly by the people of Gunungsari-West Lombok, these values are preserved in the form of daily acts and religious events, so as to be able to realize Bina Damai among residents in Gunungsari.
Konflik melekat dalam kehidupan sosial manusia, memiliki efek positif dan negative. Alih-alih muncul dalam bentuk positif seperti menguatkan ikatan dan penegasan identitas, konflik seringkali muncul dalam bentuknya yang negative, berupa kekerasan, pengerusakan, dan penghilangan nyawa. Bina Damai adalah konsep yang ideal dalam mengelola konflik sebelum menjadi destruktif. Bina Damai adalah usaha dari seluruh lapisan masyarakat dalam menciptakan perdamaian dan usaha mengelola konflik agar tidak menimbulkan kerusakan dan menyebar sehingga tidak terkendali. Bina Damai diwujudkan oleh seluruh lapisan masyarakat melalui pelaksanaan nilai-nilai yang ada dalam budaya dan agama. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Tujuan dari penelitian adalah untuk menelusuri nilai-nilai budaya dan agama yang menjadi pondasi Bina Damai di Kecamatan Gunungsari-Lombok Barat. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah nilai-nilai budaya dan agama masih dilestarikan dan dipegang teguh oleh masyarakat Gunungsari-Lombok Barat, nilai-nilai tersebut dilestarikan dalam bentuk perbuatan sehari-hari maupun acara-acara keagamaan, sehingga mampu mewujudkan Bina Damai antar warga di Gunungsari.
Downloads
References
[2] Hidayati, D. (2017). Memudarnya Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air. Jurnal Kependudukan Indonesia, 11(1), 39. https://doi.org/10.14203/jki.v11i1.36
[3] Hilmi, M. Z. (2015). Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Perilaku Sosial Anak-anak Remaja di Desa Sepit Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur. Journal of Educational Social Studies, 4(1), 57–63. https://doi.org/10.15294/jess.v4i1.6867
[4] Jamaluddin. (2011). Islam Sasak; Sejarah Sosial Keagamaan di Lombok (Abad XVII-XIX). Indo-Islamika, I(I).
[5] Kajeng, I. N. dkk. (1999). Sarasamuscaya. Surabaya: Paramita.
[6] Khalafallah, M. A. (2008). Masyarakat Muslim Ideal; Tafsir Ayat-Ayat Sosial. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
[7] Koentjaraningrat. (1980). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
[8] Litle, D., & Appleby, S. (2004). No Title. In H. Coward & G. S. Smith (Eds.), Religion and Peacebuilding. Albany: State University of New York Press.
[9] Mantu, R. (2015). Bina Damai dalam Komunitas Pesantren: Sebuah Upaya Counter-Radikalisme. Walisongo, 23 (1 Mei 2015).
[10] Naim, N. (2011). Teologi Kerukunan; Mencari Titik Temu Dalam Kerangka Keragaman. Yogyakarta: Teras.
[11] Nasution, H. (1979). Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
[12] Prayudi. (2004). Akar Masalah Penyebab Konflik Etnis dan Alternatif Penyelesaiannya (Studi Kasus Konflik Etnis di Kalbar dan Kalteng). Jurnal Ketahanan Nasional, 3(IX), 39–59.
[13] Punyatmadja, I. B. O. (2002). Panca Sradha. Yayasan Dharma Sarathi.
[14] Santoso, D. K., & Wikantyoso, R. (2018). Pengembangan Agrowisata Apel Berbasis Kearifan Lokal Di Poncokusumo. | 1 | Local Wisdom, 10(1), 1–6.
[15] Setiadi, E. M., & Kolip, U. (2012). Pengatar Sosiologi. Jakarta: Kencana.
[16] Shihab, M. Q. (1998). Wawasan al Qur’an. Bandung: Mizan.
[17] Siregar, O. R., & Sadewo, F. S. (2013). Kearifan Lokal Tradisi Manganan Dalam Pembentukan Karakter Masyarakat Desa Sugihwaras Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, I (I).
[18] Sodli, A. (2010). Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Masyarakat Multikultural di Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB. Analisa, XVII(2).
[19] St. Aisyah. (2014). Konflik sosial dalam hubungan antar umat beragama. Jurnal Dakwah Tabligh, 15 (II), 189–208. https://doi.org/10.1109/ICSTW.2010.77
[20] Susan, N. (2012). Negara Gagal Mengelola Konflik. Sleman: KoPI.
[21] Tahir, M. (2009). Dialektika Islam dan Budaya Lokal; Mengarifi Islam Watu Telu di Pulau Lombok. Yogyakarta: Fakultas Adab dan Budaya UIN Sunan Kalijaga.
[22] Talreja, K. M. (2006). Veda dan Injil, Satu Studi Komparatif. Jakarta: Media Hindu.
[23] Wasim, A. T. (1988). Agama Hindu. In Djam’annuri (Ed.), Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.